pemerintahan imam mahdi

pemerintahan imam mahdi
Ciri -ciri pemerintahan akhir zaman adalah sebagai berikut:
Pemerintahan imam Mahdi as adalah sebuah pemerintahan yang global dan universal. Bukan se b uah pemeritahan yang dibentuk dalam sebuah wilayah atau kawasan tertentusaja, seluruh dunia akan berada di bawah kekuasaan pemerintahan beliau.
Hal ini dapat dipahami melalui riwayat / hadis yang tidak sedikit jumlahnya. Di samping itu ayat al-Quran mengatakan:
اِنَّ الْأَرْضَ يَرِثُها عِبادِىَ الصَّلِحُونَ
bahwa dunia akan diwarisi oleh hamba-hamba tuhan yang saleh beserta beberapa ayat yang lain sudah menjelaskan bahwa pada suatu zaman nanti dunia akan dipimpin oleh hamba-hamba yang saleh.
Salah satu ciri paling mencolok dari pemerintahan yang dimaksud adalah pemerintahan beliau adalah pemerintahan tunggal dan tak memiliki saingan. Sekarang ini kita amati, dunia dikuasai oleh berbagai pemerintahan dan kekuasaan, nantinya pemerintahan-pemerintahan tersebut mau tidak mau harus menyingkir lalu muncul sebuah pemerintahan tunggal, dan itu di bawah kekuasaan Imam Mahdi as. Itulah keyakinan paten yang dianut oleh kita umat syi'ah.
Ciri berikutnya adalah menyebar dan menggelobalnya ajaran Islam di seluruh penjuru dunia, sehingga tiada satu kampung atau pelosok manapun yang darinya tidak terdengar suara azan shalat.
Soal: Apakah agama-agama seperti Yahudi atas Kristen akan tetap eksis di zaman tersebut? Hal ini adalah sebuah permasalahan lain yang sekarang ini tidak kita bahas. Yang kita bahas sekarang ini adalah, bahwa Islam akan tersebar luas ke seluruh penjuru dunia. Dari riwayatpun tidak terlihat ada sesuatu yang patut diragukan. Kita sekarang mengetahui, berapa jumlah muslim dan non muslim di dunia. 1/6 penduduk dunia adalah pemeluk agama Islam sedang selainnya adalah non muslim.
Ala kulli sekarang non muslim mayoritas dan sedang memimpin dunia, tapi nanti umat muslim akan memimpin dunia dengan dikomandoi oleh Imam Mahdi as.
Ciri ketiga adalah kita lihat dari dari program kerja da acuan utama pemerintahan tersebut, salah satu dari hal-hal itu adalah memerangi dan melenyapkan kezaliman secara intensif dan serius dari muka bumi. Beliaupun dalam tugas yang satu ini akan berhasil dan sukses. Hal ini secara gamblang telah dijelaskan secara transparan dalam berbagai riwayat. Tiada kezaliman dari uknom masyarakat terhadap oknum yang lain, tidak dari pemerintah kepada masyarakat, juga tidak pula terjadi kezaliman dari satu pemerintah kepada pemeritahan yang lain.
Ciri keempat adalah, imam akan menyebar-luaskan dan menegakkan keadilan, seluruh lapisan masyarakat akan merasakan keadilan universal tersebut, tiada person yang menzalimi person yang lain, sebagai sebuah contah sebagaimana terdapat dalam riwayat, seorang suami tidak akan menzalimi diri, anak-anak dan istrinya, begitulah semua bertindak adil.
Kalau kita mau teliti, dalam setiap riwayat yang berkaitan dengan Imam Mahdi kerap kali kita berhadapan dengan ungkapan:
«يَمْلَأَها قسطأ و عدلأ كما ملئت ظلمأ و جوراً»
. " dia akan memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana telah disesaki oleh kezaliman dan kelaliman.
Ciri yang terakhir adalah Islam akan masuk di seluruh cela dan liku-liku kehidupan masyarakat, artinya hukum Islam akan diterapkan di seluruh sisi kehidupan mansuaia dan itu di seluruh penjuru dunia, dengan ungkapan yang lebih gamblang lagi pengaturan seluruh dunia akan teralisasi dengan hukum dan undang-undang Islam. Di zaman itu, permasalahan dunia; ekonomi, politik sosial, dan kehiduan….. secara keseluruhan akan menggunakan sistem dan undang-undang Islam. Ini merupakan hal terpenting yang membuatnya terbentuknya pemerintahan Imam Mahdi as di akhir zaman.

Category: 0 komentar

Inspired Knowledge and Divine Governance: The Mahdi's "Helpers"

Inspired Knowledge and Divine Governance: The Mahdi's "Helpers
The primary focus of Chapter 366 of the Futuhat is the distinctive set of spiritual qualities
and capacities marking this particular spiritual stage (manzil)--characteristics which Ibn 'Arabi
finds symbolized in the various hadith concerning the eschatological role of the Mahdi and his
"Helpers" or "Ministers,"1 but which he insists are already realized by those saints (awliya') who
have attained this degree of spiritual realization, who have already reached the "end of time." In
a broader metaphysical perspective, as he indicates allusively in the poem introducing this
chapter, all those characteristics are in fact essential aspects of the ongoing divine governance of
this world in its microcosmic, individual human dimensions, especially in the spiritual judgment
or authority (walaya) of the saints as it is realized inwardly or, more rarely, manifested outwardly
and officially in the functions of religious judges or in the case of the Prophet (who preeminently
combined the roles of the Mahdi and his Helpers).
The two principal, complementary aspects of Ibn 'Arabi's treatment of this stage and its
associated functions are clearly relevant to the spiritual life of every individual. The first is the
question of divine "communication" (in all its manifestations, but with special attention to the
central role of the Koran and the "heritage" of the Prophet Muhammad) and the decisive role of
each person's unique and radically varying receptivity or sensitivity to that deeper dimension of
reality. The second is the "application" of that communication--which, for Ibn 'Arabi, obviously
includes, but is by no means limited to, the familiar external forms of Islamic law and
tradition--in guiding our spiritual and communal life. Especially striking, in regard to this latter
point, are the Shaykh's recurrent, sometimes pointed allusions to the distance separating the
historical, limited conception of the Sharia2 shared by many of the 'ulama' in the popular sense of
that term (i.e., the Islamic jurists and theologians) and the deeper, more challenging perennial
reality of its demands and presuppositions as understood by the awliya', whom Ibn 'Arabi
consistently regards as the true "knowers" and "authorities" (wulat) of the Community.
The treatment of these questions in this chapter is often subtle and highly allusive, no
doubt partly because of the potentially controversial nature of Ibn 'Arabi's broader
understanding--largely only implicit in this chapter--of the relations between the inspiration and
spiritual authority underlying the "judgments" of the Prophet, saints, and the mass of jurists and
theologians "learned in the external forms" ('ulama' al-rusum). As a result, it provides a
remarkable illustration of his typical methods of esoteric writing, in which each reader's
perceptions of the apparent content, aims and unifying structure of the work will necessarily
differ radically according to his own particular intentions and sensitivities. At the same time, it
constitutes an excellent introduction to the principles underlying Ibn 'Arabi's complex
understanding of the practical interrelations between spiritual realization and the historical forms
of Islamic tradiition--a perspective which clearly transcends the usual stereotyped (and often
polemic or apologetic) conceptions of those questions.3
There should be no need to stress the wider significance of each of these issues
throughout Ibn 'Arabi's writings. But what lends this chapter its special impact and dramatic
interest are its primary focus on the experiential sources of Ibn 'Arabi's key insights, his frequent
autobiographical remarks (including a number of references to his own self-conception of his
role as the unique "Seal of Muhammadan Sainthood") and colorful anecdotes based on his
encounters with other Sufis--illustrative materials that provide an essential phenomenological
complement to the better-known metaphysical and doctrinal aspects of his teaching, while at the
same time pointing to some of its indispensable practical presuppositions.

Category: 0 komentar

kepemimpinan imam mahdi

[[kepemimpinan imam mahdi]]
Dalam hadist yang disebutkan di atas Imam Mahdi akan memimpin selama 7 atau 8 atau 9 tahun. Semasa kepemimpinannya Imam Mahdi akan membawa kaum muslimin untuk memerangi kedazliman, hinga satu demi satu kedzaliman akan tumbang takluk dibawah kekuasaanya.
Kemenangan demi kemenangan yang diraih Imam Mahdi dan pasukannya akan membuat murka Raja kedzaliman (Dajjal) sehingga membuat Dajjal keluar dari persembunyiannya dan berusaha membunuh Imam Mahdi serta pengikutnya.
Kekuasaan dan kehebatan Dajjal bukanlah lawan tanding Imam Mahdi oleh karena itu sesuai dengan takdir Allah, maka Allah SWT akan menurunkan Nabi Isa dari langit yang bertugas membunuh Dajjal. Imam Mahdi dan Nabi Isa akan bersama-sama memerangi Dajjal dan pengikutnya, hingga Dajjal mati ditombak oleh Nabi Isa di "pintu Lod" dalam kompleks Al-Aqsa.

Category: 0 komentar

Nabi Dan Rasul Terakhir & Al Mahdi: Siapakah Dia Sebenarnya

Nabi Dan Rasul Terakhir & Al Mahdi: Siapakah Dia Sebenarnya ?
Masalah ini sebenarnya penyakit umat beragama ketika mulai dihinggapi ilusi tentang kenabian dan kerasulan tanpa suatu pemahaman yang utuh. Kecuali semata-mata gejolak nafsunya sendiri yang merefleksikan niat-niat awalnya ketika menempuh jalan keruhanian.



Peristiwa aku mengaku nabi dan rosul bukan hal baru dalam sejarah Umat Islam, bahkan di setiap agama pun ada. Namun, dalam lebih dari dua abad ini kebanyakan muncul dikalangan Umat islam. Yang paling menohok karena disokong oleh kekuasan politik dan militer era kolonialisme adalah pengakuan Mirza Ghulam Ahmad pendiri Ahmadiyyah yang mengaku nabi dengan sokongan Inggris sebagai promotornya.



Selama bertahun sampai berabad, dengan berbagai argumentasi yang kuat maupun yang lemah, bahkan setelah kolonialisme tumbang, masalah Ahmadiyyah tetap hadir bagai duri dalam daging Umat Islam. Ahmadiyyah bagi Umat Islam kebanyakan bagaikan crypto yang disisipkan, virus yang disisipkan untuk kemudian dibiarkan berkembang dengan segala dilema yang dihadapinya, dan tentunya sewaktu-waktu dimanfatkan untuk berbagai tujuan tanpa memperhatikan keselamatan pemeluknya maupun keselamatan Umat Islam lainnya. Dan tentu yang paling merasakan dampaknya,pada akhirnya adalah kalangan Umat Islam sendiri baik yang berada dalam kelompok Ahmadiyyah maupun yang lainnya. Saya mempublikasikannya belakangan ini hanya sekedar menambahkan pengetahuan kepada diri saya maupun orang lain supaya pemahaman kita tentang kenabian dan kerasulan memberikan suatu gambaran yang utuh tentang makna dan arti dari ayat-ayat al-Qur’an yang menegaskan berakhrinya zaman atau era kenabian dan kerasulan seperti diungkapkan dalam QS 33:40 berikut yang menjadi dasar penulisan artikel ini. Benar atau tidaknya silahkan anda baca dan renungkan dengan potensi pikiran dan pemahaman Anda sendiri.

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q33:40)





Dia adalah Rasul Allah dan Penutup Para Nabi. Hal ini menjelaskan bahwa Rasul dalam pengertian di atas berhubungan dengan adanya sesuatu yang disampaikan kembali yaitu Firman-firman Tuhan (yang berasal dari nabi dan Rasul sebelumnya). Dalam Bahasa Arab seringkali Rasul dikatakan sebagai orang yang menjadi pembimbing kaumnya dan mempunyai risalah. Risalah yang dimaksud bukan saja secara tertulis namun juga yang didasarkan atas Pengetahuan tentang Tuhan itu sendiri dari akhlak yang mulia maupun dari kedalaman jiwa murninya berdasarkan Daya dan UpayaNya dengan kehambaan dalam adab Aslim dengan Islam (tertunduk dan berserah diri) yang lurus.



Ia sebagai Rasul pun akhirnya menerima Risalah dari pemahaman yang sempurna tentang Asma, Sifat dan Perbuatan-Nya secara “Ummi“ dan “Yatim Piatu“ hanya dengan bimbingan Jibril yang mewakili aktualitas Pengetahuan Tuhan sendiri yaitu Tauhid. Jadi tidak ada bantuan lain selain dario Allah melalui Jibril dan tidak ada refensi yang digunakan oleh Muhammad sehingga ia mandiri dan Ummi dari intervensi pihaklain ketika memahami tanda-tanda Pengetahuan Tuhan. Pengertian Rasul diatas dlam QS 33:40 bagi Muhammad tidak terlepas dari kenabiannya yang menjadi penutup. Jadi, kenabian dan kerasulan yang berhubungan dengan Pengetahuan Tuhan yang disampaikan kepada Muhammad secara mandiri berhenti dalam konteks paling mendasar yang berhubungan dengan “Prinsip-prinsip Dasar Kehidupan” yang disampaikan dan telah disempurnakan bagi semua makhluk supaya mempunyai pedoman hidup.



Yang dimaksud pada akhirnya adalah Al Qur’an sebagai Kitab Wahyu, sebagai Wacana Fundamental bagi semua manusia (Dzikrul Lil ‘Aalamin, Mukminun). Sehingga sebutan Rasulllah melekat kepada Nabi Muhammad SAW dengan akhlak al-Qur’an. Era penulisan risalah setelah Al Qur’an dibakukan atas petunjuk langsung Nabi Muhammad SAW kepada tim penyusunnya, selanjutnya hanyalah sekedar tafsiran saja, atau penjabaran dari Risalah yang disampaikan Muhammad SAW sebagai Utusan Tuhan yang terakhir. Jadi, ketika Tuhan berfirman dengan QS 33:40 diatas, Dia memerintahkan Muhammad SAW untuk menutup dan mendekonstruksikan zaman kenabian dan kerasulan menjadi zaman baru yang tidak lain adalah awal lahirnya Peradaban Islam yang kelak akan berpengaruh di sepanjang zaman meskipun kemasannya sudah dipoles disana-sini.



Firman itu juga akhirnya membuka realitas baru dengan lahirnya Islam sebagai Agama dan Peradaban Dunia dimana semua kenyataan hidup dikembalikan kepada kemampuan yang ada pada manusia dengan dzikir, fikir dan ikhtiarnya guna memahami fenomena kehidupan serta kemungkinan-kemungkinan untuk meraih arti dan makna kehidupan dengan kualitas al-Qur’an (kualitas yang digambarkan sebagai kualitas akhlak muhammad) dimana ilmu pengetahuan yang lurus dan terverifikasikan harus diterapkan sebagai suatu sarana mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Kelak ketika hal ini benar-benar dilakukan oleh Umat Islam, dimanapun juga, maka akan lahir era keemasan Islam baik sebagai “Gaya Hidup“ maupun “Peradaban“ dengan seni, sains, teknologi dan relijiusitas yang mumpuni, yang fondasinya kokoh, sandarannya kuat, dan tujuannnya jelas yaitu mencapai ridhoNya.



Karena itu, meskipun ayat diatas menyebutkan berakhirnya era kenabian namun ia juga menetapkan berakhirnya era kerasulan karena Nabi dan Rasul dalam diri Muhamad SAW menjadi satu dengan sempurna. Tak ada lagi pengetahuan lain bagi manusia setelah Rasulullah sebagai sebutan Nabi dan Rasul untuk menyampaikan Risalah Wahyu.



Wahyu-wahyu Tuhan sendiri sampai detik ini masih berkeliaran, namun tak ada Wahyu baru karena secara mendasar Wahyu-wahyu Elementer (BACA: Bilangan dan Huruf Abjad) untuk memahami segala sesuatu telah disempurnakan di zaman Muhammad SAW menjadi suatu ungkapan Wahyu yang mempunyai arti literal maupun arti yang lebih halus lagi, arti lahir dan arti batin, yang mencakup awal dan akhir semua pengetahuan manusia yang sejatinya kembali kepada diri sendiri (simak QS 57:3 dan QS 67:3-4).



Sebagus apapun orang menulis sebuah risalah dari pemahamannya yang artifisial, namun risalahnya tak lebih dari tafsiran Al Qur’an dengan sistem bilangan dan huruf yang itu-itu saja. Maka, siapa pun yang telah merampas jubah Kesombongan Allah yang telah memberikan Risalah Kepada Muhammad SAW dengan ISLAM yang sempurna karena formalisasinya dirumuskan berdasarkan kenyataan tentang kehidupan, maka ia akan berada dalam ancaman dari-Nya dengan asma-Nya Yang Maha Menghinakan. Dan siapapun yang sesudah Muhammad SAW mengaku-aku menjadi Nabi maupun rasul, ia tidak lebih dari nabi dan rasul palsu, yang tersesat karena tertipu daya oleh ego dirinya yang merusak.

Category: 0 komentar

al mahdi

almahdi
Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: “Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu”. Ikutilah orang yang tiada minta Balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS 36:20-21)

Seperti halnya mentari yang tak pernah menagih imbalan kepada semua makhluk atas siraman cahayanya, oksigen, air, udara, tanah, dan semua unsur pembangun kehidupan, yang tak pernah juga meminta imbalan, maka ikutilah orang yang mengajarkan dengan petunjuk Ilmu Pengetahuan yang lurus, Shirathaal Mustaqiim, dengan bimbingan yang benar tanpa meminta imbalan.

Merekalah hamba-hambaNya yang sejati, merekalah al-Mahdi yang sesungguhnya. Dan mereka bisa jadi, Anda, anda , anda dan siapa saja yang menetapi jalan keikhlasan dengan yaqin, istiqomah, syabar, syukur, dan tentunya berkesadaran atas CintaNya bagi semua makhluk, Dia – Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha Pengampun.

Apa arti sesungguhnya kata “al-mahdi“ yang sering diaku-aku oleh banyak manusia yang keliru memahami istilah dan nama tersebut?

Menurut Syekh Muhyidin Ibnu Arabi dalam kitab Futuhat al-Makkiyah bab 366 (referensi yang mengulas hal ini silahkan donlot ulasan karya James Morris mengenai hal ini di http://www.ibnarabisociety.org/articlespdf/sp_mahdi.pdf), yang banyak dijadikan bahasan para pemikir orientalis maupun tasawuf, kata Al-Mahdi tidak ada di dalam al-Qur’an sebagai suatu nama. Namun dalam bentuk asalnya adalah pasif partisipel dari kata kerja “hada” (artinya “memberi arah atau bimbingan yang benar , di jalan yang benar’). Secara harfiah al-Mahdi berarti “orang yang terbimbing dengan benar“. Dalam AQ, arah yang benar tidak lain adalah menuju dan sampai kepada Allah, bersama Allah, dengan daya dan upaya Allah, dan dengan Pertolongan serta Perlindungan Allah dengan Berserah Diri alias Islam. Tidak ada kehendak “aku sebagai makhluk berkekuatan“ di dalam proses perjalanan tersebut, yang ada adalah kehambaan mutlak dengan Islam.

Meskipun bentuk akar kata “hada” dijumpai di AQ hampir 330 kali, tapi bentuk kata “al-Mahdi“ tidak ada dalam al-Qur’an. Meskipun di beberapa hadits yang masih diperdebatkan al-Mahdi sering muncul sebagai sebuah “nama“ kehormatan atau gelar. Namun, makna dan artinya sesungguhnya menunjuk kepada makna biasa yang menjelaskan sosok yang spiritual yaitu yang “memperoleh bimbingan yang benar“, yang telah menerima secara aktif dan mencerap tataran isyarat Ilahiyah dalam kehidupan yang paripurna.

Bahkan dalam banyak hal penerima itu sendiri sebagi “al-Mahdi“ merepresentasikan Kehidupan dalam seluruh tatanan realitas karena cerapannya mewakili pengalaman Isra dan Mi’raj Muhammad SAW. Namun, tentu saja, aktualitasnya berdasarkan potensi-potensi dasarnya yang sesuai dengan ruang-waktunya, sunnatullahNya, dan tentunya berbeda dengan pengalaman Nabi Muhammad SAW di zamannya.

Dalam kenyatannya yang umum, yang dimaksud al-Mahdi adalah Umat Islam yang patuh pada perintah dan larangan Allah, serta mengikuti sunnatullrasul dengan taqwa. Jadi, apa yang disebut al-Mahdi secara umum sebenarnya adalah Umat Islam yang patuh pada perintah dan larangan-Nya sebagai Pewaris Pengetahuan Tauhid melalui washilah Nabi Muhammd SAW. Karena itu, adalah kemustahilan kalau al-Mahdi justru menyimpang dari ajaran Islam dimana Shalat merepresentasikan Namaz, Miraj, Iman, Islam dan Ihsan sebagai penyaksian dan aktualitas Jamal dan Jalal Allah dengan syahadat :

Category: 0 komentar

ciri imam mahdi

ciri2 imam mahdiTidak ada seorang pun dimuka bumi ini yang mengetahui tentang Imam Mahdi dan ciri-cirinya , kecuali Rasulullah SAW, karena Rasululah dibimbing oleh wahyu. Oleh karena itu bagi kita sebaik-baiknya tempat untuk merujuk tentang perkara ini adalah apa yang baginda Rasulullah katakan dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:

Telah bersabda Rasulullah SAW:
“ Al-Mahdi berasal dari umatku, berkening lebar, berhidung panjang dan mancung. Ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan dan kemakmuran, sebagaimana ia (bumi ini) sebelum itu dipenuhi oleh kezhaliman dan kesemena-menaan, dan ia (umur kekhalifahan) berumur tujuh tahun. (HR. Abu Dawud dan al-Hakim) ”

Telah bersabda Rasulullah SAW:
“ Al-Mahdi berasal dari umatku, dari keturunan anak cucuku. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim) ”

Category: 0 komentar

ciri2 imam mahdi

ciri2 imam mahdi
Tidak ada seorang pun dimuka bumi ini yang mengetahui tentang Imam Mahdi dan ciri-cirinya , kecuali Rasulullah , karena Rasululah dibimbing oleh wahyu. Oleh karena itu bagi kita sebaik-baiknya tempat untuk merujuk tentang perkara ini adalah apa yang baginda Rasulullah katakan dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:
Telah bersabda Rasulullah ;
Al-Mahdi berasal dari umatku, berkening lebar, berhidung panjang dan mancung. Ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan dan kemakmuran, sebagaimana ia (bumi ini) sebelum itu dipenuhi oleh kezhaliman dan kesemena-menaan, dan ia (umur kekhalifahan) berumur tujuh tahun. (HR. Abu Dawud dan al-Hakim)
Telah bersabda Rasulullah ;Al-Mahdi berasal dari umatku, dari keturunan anak cucuku. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim)

Category: 0 komentar