Nabi Dan Rasul Terakhir & Al Mahdi: Siapakah Dia Sebenarnya ?
Masalah ini sebenarnya penyakit umat beragama ketika mulai dihinggapi ilusi tentang kenabian dan kerasulan tanpa suatu pemahaman yang utuh. Kecuali semata-mata gejolak nafsunya sendiri yang merefleksikan niat-niat awalnya ketika menempuh jalan keruhanian.
Peristiwa aku mengaku nabi dan rosul bukan hal baru dalam sejarah Umat Islam, bahkan di setiap agama pun ada. Namun, dalam lebih dari dua abad ini kebanyakan muncul dikalangan Umat islam. Yang paling menohok karena disokong oleh kekuasan politik dan militer era kolonialisme adalah pengakuan Mirza Ghulam Ahmad pendiri Ahmadiyyah yang mengaku nabi dengan sokongan Inggris sebagai promotornya.
Selama bertahun sampai berabad, dengan berbagai argumentasi yang kuat maupun yang lemah, bahkan setelah kolonialisme tumbang, masalah Ahmadiyyah tetap hadir bagai duri dalam daging Umat Islam. Ahmadiyyah bagi Umat Islam kebanyakan bagaikan crypto yang disisipkan, virus yang disisipkan untuk kemudian dibiarkan berkembang dengan segala dilema yang dihadapinya, dan tentunya sewaktu-waktu dimanfatkan untuk berbagai tujuan tanpa memperhatikan keselamatan pemeluknya maupun keselamatan Umat Islam lainnya. Dan tentu yang paling merasakan dampaknya,pada akhirnya adalah kalangan Umat Islam sendiri baik yang berada dalam kelompok Ahmadiyyah maupun yang lainnya. Saya mempublikasikannya belakangan ini hanya sekedar menambahkan pengetahuan kepada diri saya maupun orang lain supaya pemahaman kita tentang kenabian dan kerasulan memberikan suatu gambaran yang utuh tentang makna dan arti dari ayat-ayat al-Qur’an yang menegaskan berakhrinya zaman atau era kenabian dan kerasulan seperti diungkapkan dalam QS 33:40 berikut yang menjadi dasar penulisan artikel ini. Benar atau tidaknya silahkan anda baca dan renungkan dengan potensi pikiran dan pemahaman Anda sendiri.
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu., tetapi Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q33:40)
Dia adalah Rasul Allah dan Penutup Para Nabi. Hal ini menjelaskan bahwa Rasul dalam pengertian di atas berhubungan dengan adanya sesuatu yang disampaikan kembali yaitu Firman-firman Tuhan (yang berasal dari nabi dan Rasul sebelumnya). Dalam Bahasa Arab seringkali Rasul dikatakan sebagai orang yang menjadi pembimbing kaumnya dan mempunyai risalah. Risalah yang dimaksud bukan saja secara tertulis namun juga yang didasarkan atas Pengetahuan tentang Tuhan itu sendiri dari akhlak yang mulia maupun dari kedalaman jiwa murninya berdasarkan Daya dan UpayaNya dengan kehambaan dalam adab Aslim dengan Islam (tertunduk dan berserah diri) yang lurus.
Ia sebagai Rasul pun akhirnya menerima Risalah dari pemahaman yang sempurna tentang Asma, Sifat dan Perbuatan-Nya secara “Ummi“ dan “Yatim Piatu“ hanya dengan bimbingan Jibril yang mewakili aktualitas Pengetahuan Tuhan sendiri yaitu Tauhid. Jadi tidak ada bantuan lain selain dario Allah melalui Jibril dan tidak ada refensi yang digunakan oleh Muhammad sehingga ia mandiri dan Ummi dari intervensi pihaklain ketika memahami tanda-tanda Pengetahuan Tuhan. Pengertian Rasul diatas dlam QS 33:40 bagi Muhammad tidak terlepas dari kenabiannya yang menjadi penutup. Jadi, kenabian dan kerasulan yang berhubungan dengan Pengetahuan Tuhan yang disampaikan kepada Muhammad secara mandiri berhenti dalam konteks paling mendasar yang berhubungan dengan “Prinsip-prinsip Dasar Kehidupan” yang disampaikan dan telah disempurnakan bagi semua makhluk supaya mempunyai pedoman hidup.
Yang dimaksud pada akhirnya adalah Al Qur’an sebagai Kitab Wahyu, sebagai Wacana Fundamental bagi semua manusia (Dzikrul Lil ‘Aalamin, Mukminun). Sehingga sebutan Rasulllah melekat kepada Nabi Muhammad SAW dengan akhlak al-Qur’an. Era penulisan risalah setelah Al Qur’an dibakukan atas petunjuk langsung Nabi Muhammad SAW kepada tim penyusunnya, selanjutnya hanyalah sekedar tafsiran saja, atau penjabaran dari Risalah yang disampaikan Muhammad SAW sebagai Utusan Tuhan yang terakhir. Jadi, ketika Tuhan berfirman dengan QS 33:40 diatas, Dia memerintahkan Muhammad SAW untuk menutup dan mendekonstruksikan zaman kenabian dan kerasulan menjadi zaman baru yang tidak lain adalah awal lahirnya Peradaban Islam yang kelak akan berpengaruh di sepanjang zaman meskipun kemasannya sudah dipoles disana-sini.
Firman itu juga akhirnya membuka realitas baru dengan lahirnya Islam sebagai Agama dan Peradaban Dunia dimana semua kenyataan hidup dikembalikan kepada kemampuan yang ada pada manusia dengan dzikir, fikir dan ikhtiarnya guna memahami fenomena kehidupan serta kemungkinan-kemungkinan untuk meraih arti dan makna kehidupan dengan kualitas al-Qur’an (kualitas yang digambarkan sebagai kualitas akhlak muhammad) dimana ilmu pengetahuan yang lurus dan terverifikasikan harus diterapkan sebagai suatu sarana mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Kelak ketika hal ini benar-benar dilakukan oleh Umat Islam, dimanapun juga, maka akan lahir era keemasan Islam baik sebagai “Gaya Hidup“ maupun “Peradaban“ dengan seni, sains, teknologi dan relijiusitas yang mumpuni, yang fondasinya kokoh, sandarannya kuat, dan tujuannnya jelas yaitu mencapai ridhoNya.
Karena itu, meskipun ayat diatas menyebutkan berakhirnya era kenabian namun ia juga menetapkan berakhirnya era kerasulan karena Nabi dan Rasul dalam diri Muhamad SAW menjadi satu dengan sempurna. Tak ada lagi pengetahuan lain bagi manusia setelah Rasulullah sebagai sebutan Nabi dan Rasul untuk menyampaikan Risalah Wahyu.
Wahyu-wahyu Tuhan sendiri sampai detik ini masih berkeliaran, namun tak ada Wahyu baru karena secara mendasar Wahyu-wahyu Elementer (BACA: Bilangan dan Huruf Abjad) untuk memahami segala sesuatu telah disempurnakan di zaman Muhammad SAW menjadi suatu ungkapan Wahyu yang mempunyai arti literal maupun arti yang lebih halus lagi, arti lahir dan arti batin, yang mencakup awal dan akhir semua pengetahuan manusia yang sejatinya kembali kepada diri sendiri (simak QS 57:3 dan QS 67:3-4).
Sebagus apapun orang menulis sebuah risalah dari pemahamannya yang artifisial, namun risalahnya tak lebih dari tafsiran Al Qur’an dengan sistem bilangan dan huruf yang itu-itu saja. Maka, siapa pun yang telah merampas jubah Kesombongan Allah yang telah memberikan Risalah Kepada Muhammad SAW dengan ISLAM yang sempurna karena formalisasinya dirumuskan berdasarkan kenyataan tentang kehidupan, maka ia akan berada dalam ancaman dari-Nya dengan asma-Nya Yang Maha Menghinakan. Dan siapapun yang sesudah Muhammad SAW mengaku-aku menjadi Nabi maupun rasul, ia tidak lebih dari nabi dan rasul palsu, yang tersesat karena tertipu daya oleh ego dirinya yang merusak.
Nabi Dan Rasul Terakhir & Al Mahdi: Siapakah Dia Sebenarnya
By TOP BLOGGER
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar