Samvega

Samvega


Samvega berarti urgency dhamma.
Timbul karena 4 hal:
1. Rasa mendesak bahwa kematian mengancam dari berbagai sisi (AN 5.77),
2. Rasa mendesak karena di masa depan, keadaan untuk berlatih religiusitas mungkin tidak akan pernah sebagus ini lagi (AN 5.78),
3. Rasa mendesak karena mungkin tidak ada lagi guru religius yang baik yang mampu membimbing kita (AN 5.79),
4. Rasa mendesak karena Sangha sebagai panutan kita berlatih akan menurun (AN 5.80).

Rasa mendesak religius inilah yang menjadikan diri kita tidaklah lagi mau menjalani kehidupan dengan santai, seperti kehidupan kita sebelumnya. Bagaimana kita bisa santai kalau kita tahu keadaan di masa datang tidak akan sebaik sekarang, tidak sekondusif sekarang, tidak ada guru dan Sangha sebaik sekarang. Bagaimana kita bisa hidup santai bila kita tahu kematian akan datang sewaktu-waktu, bahwa umur kita mungkin tidak akan panjang.

Samvega inilah yang akan mendorong kita untuk menjadi bhikkhu. Samvega (bersama dengan semangat dan keuletan), ini juga yang akan memotong rasa malas. Samvega inilah yang mengubah pola pikir kita bahwa kehidupan ini sangat berharga. Dan karena kesempatan untuk hidup menjadi manusia demikian langka, maka sudah sepatutnya kita memanfaatkan semua waktu dan kesempatan sebaik mungkin. Samvega inilah yang menuntun prioritas banyak hal dalam kehidupan kita.

Jadi ungkapan dalam Karaniya Metta Sutta akan bermakna lain ketika samvega menjadi basisnya. Dengan samvega, maka isinya adalah keapaadaan hidup dalam menempuh kehidupan religius. Keapaadaan yang tidak semata-mata terlihat secara harafiah tetapi lebih dalam arti paradigma apa adanya pola kehidupannya, sehingga tak disalahtafsirkan seolah Buddha mengajar agar sederhana.

Misalnya, bisa saja dia orang kaya dengan kemampuan menyediakan makanan mewah beragam, namun dengan semua kekayaannya, dia cukup puas dengan makanan apadanya tanpa perlu sederhana sebagai menu hariannya. Demikian pula pakaiannya, rumahnya, kendarannya dll. Inderanya cukup tenang, tidak disilaukan oleh gemerlapnya dunia. Berbeda dengan kebanyakan dari kita yang justru menjadikan gemerlapnya dunia sebagai simbol status dan kebahagiaan semu.

Paradigma keapaadaan berbasis samvega ini diperkuat dengan ungkapan lanjutannya: ….Apakah sedang berdiri, berjalan, duduk atau pun berbaring, selama masih terjaga, dia harus mengembangkan perhatian-kewaspadaan ini. Inilah yang dikatakan hidup termulia di sini…. Di sini jelas terlihat tidak ada kata santai dan menyia-nyiakan waktu sama sekali. Kehidupan menjadi begitu penuh, dinamis, dan bermakna.

Samvega didapat sesudah keluar dari 8 kondisi dunia dan berada di tengah-tengah saja.


Category:

0 komentar:

Posting Komentar